Selamat pagi menjelang siang. Sejak kemarin hujan datang di pagi hari. Membuat semangat yang sempat muncul bersembunyi kembali. Syukurlah, kemarin sore saya sudah membuat makaroni panggang, jadi tadi pagi tidak perlu masak untuk sarapan. Tinggal menghangatkan saja dan sudah siap disantap. Sayangnya, bikin makaroni kali ini tidak terlalu sukses karena saya terlalu lama memasak campuran susunya sehingga pecah dan airnya sudah terpisah ketika akan dipanggang. Tapi rasanya tetap enak, hanya teksturnya saja yang kurang oke.
Seperti biasa, tadi pagi saya bersiap-sipa sambil mendengarkan berita. Yang dibahas kali ini adalah kasus 'penipuan' oleh tokh padepokan. Sebelumnya, saya tidak tahu mengenai isu ini. Kalau mendengar dari pembahasan tadi pagi, sepertinya ada pondokan yang di dalamnya ada kegiatan pemalsuan uang. Selain itu, diduga pimpinan pondokan ini juga menipu pengikutnya agar menyetorkan uang. Sebenarnya kasus semacam ini bukan hal yang baru. Dari zaman saya kuliah sudah mendengar adanya organisasi - organisasi semacam ini.
Dalam pembahasannya, si reporter sempat bertanya pada narasumber apa yang dapat dilakukan untuk mencegah masyarakat tertipu hal - hal semcam ini yang berkedok agama. Hmm, saya pribadi merasa jawaban untuk pertanyaan ini sangat mudah tapi juga sulit. Mudah karena tentu saja jawabannya adalah 'nalar'. Sulit karena ternyata tidak semua orang nalarnya jalan. Jangan dibayangkan korban penipuan semacam ini hanya tipikal orang tidak berpendidikan yang polos, orang kaya, berpendidikan, dan punya kedudukan pun ada yang menjadi korban.
Masih sejalan dengan kasus itu, saya rasa orang yang mudah tertipu hal-hal semacam itu adalah orang yang menginginkan sesuatu dengan jalan pintas. Dalam hal ini, mau kaya tapi ga mau kerja keras. Pikirnya, tinggal ngasih sejumlah duit nanti hasil yang didapat akan berlipat ganda. Contoh lain yang masih sejalan adalah: iming-iming akan dimasukkan sebagai PNS atau polisi atau tentara dan sejenisnya jika menyetorkan sejumlah uang pada seseorang yang katanya kenal dengan si ini si itu. Nanti kalau ternyata gagal, uangnya akan dibalikin. Haloooo, in ibenar-benar ga masuk akal. Ya karuan aja kalau gagal uangnya dibalikin, emang si penipunya ga ngapa-ngapain kok. Kalau berhasil pun, bukna karena penipunya, tapi memang karena usaha si pelamar sendiri. Kayak orang taruhan tapi ga ada resiko kehilangan duit. Tapi kalau emang ada yang beneran bisa menerima 'suap', beda lagi ya ceritanya.
Masih adanya korban untuk hal-hal semacam ini menggambarkan betapa orang-orang udah kehilangan akal untuk mencapai tujuan. Hingga hal-hal yang ga masuk akal pun dilakukan. Sangat prihatin karena hal semacam ini seharusnya sangat mudah dicegah kalau saja mereka mau sedikit saja berpikir logis. Saat reporter itu bertanya bagaimana cara mencegah, saya pun berpikir bagaimana ya? Karena ternyata pendidikan formal pun tidak menjamin seseorang terhindarkan dari hal semacam ini. Pendidikan keluarga untuk menanamkan nilai agama dan menggunakan akal pikiran untuk menyelesaikan masalah mungkin akan jauh lebih efektif karena bila pondasi tersebut telah tertanam kuat, tentu tidak akan mudah tergoyahkan. Bukankah seharusnya 'akal' menjadi kelebihan umat manusia?
No comments:
Post a Comment