Monday, October 17, 2016

Mother and Daughter

Sesuai dugaan, Oktober lewat dengan sangat cepat. Tiba-tiba sudha lewat tengah bulan. Alhamdulillah satu kegiatan telah selesai minggu lalu. Meskipun akan ada hal-hal yang perlu diselesaikan di belakang, paling tidak kegiatan besarnya telah terlewati. Minggu depan akan ada lagi kegiatan besar di bulan Oktober dan jujur saja saya lebih bersemangat untuk melakukan kegiatan ini karena merupakan pekerjaan internal bidang sehingga kami dapat mengatur sendiri jalannya kegiatan.

Seperti biasa, di postingan awal minggu ini saya akan menceritakan kegiatan akhir pekan. Senang sekali weekend kemarin ibu datang berkunjung. Meskipun tidak lama, tapi cukup membawa ketenangan bagi saya. Yah, sebagai seorang anak tuggal dari keluarga broken home, ibu adalah sosok penting dan telah menjadi sentral kehidupan saya selama ini. Waktu yang sebentar itu kami manfaatkan untuk berbelanja beberapa kebutuhan dan pergi ke rumah saudara di Bogor. Hari Minggu, D sempat mengajak untuk pergi ke tempat wisata. Tapi saya terlalu lelah untuk keluar rumah sehingga kami sepanjang siang kami hanya di rumah. Ibu sempat memasak beberapa menu dan membuatkan puding. Yey, sekarang banyak persediaan puding di kulkas. Sorenya, kami ke rumah pakdhe di Bogor dan pulang setelah isya. Pagi ini ibu sudah berangkat pulang. Selalu sedih setiap ditinggal ibu pulang. Saya rasa, tidak peduli berapapun umur saya, akan selalu merasa sedih untuk ini.

Perasaan ini mengingatkan pada masa saya kuliah. Sejak kuliah, saya tinggal jauh dari orang tua. Ga tanggung tanggung, dari ujung barat hingga ujung timur pulau Jawa. Meski sebelumnya tidak pernah tinggal jauh dari orang tua, dapat dikatakan saya baik - baik saja saat itu. Tapi, ada satu waktu perasaan home sick paling parah menyerang, yaitu ketika baru kembali ke kampus setelah liburan panjang di rumah. Saya teringat ketika itu baru tiba di tempat kost, kemudian menelepon ibu. Duh, air mata sudah hampir jatuh. Hal yang membuat saya sedih adalah membayangkan ibu di rumah, saya sendiri tidak merasa sedih dengan kondisi diri sendiri. Tapi, ketika kesibukan kuliah sudah dimulai biasanya rasa sedih pun berkurang.

Saat sudah menikah, kondisi saya dan suami yang sama-sama jauh dari orang tua justru membuat saya lebih berfokus untuk melihat hal-hal positif yang dibawa. Dengan mengingat bahwa kami di sini sendiri, memaksa kami untuk mandiri, menyelesaikan segala permasalahan sendiri, berusaha bersikap dewasa dalam menghadapi masalah, dan saling mendukung. Saya bersyukur bahwa ibu tidak mengekang saya meskipun saya anak satu-satunya. Beliau memandang saya sebagai orang yang setara dan semakin saya dewasa, beliau pun menyesuaikan dengan memposisikan diri sebagai seorang kawan, selain menjadi orang tua. Karena tidak jarang orang tua lupa, bahwa anak bukanlah miliknya. Bahwa anak pun seorang manusia yang memiliki hak untuk menentukan kehidupannya sendiri. Semoga kami pun dapat menjadi orang tua yang baik bagi titipan - titipan Allah untuk kami.




No comments:

Post a Comment