Tuesday, May 3, 2016

Being the Only Child

Lusa tanggal merah, yeaaaay! Ga peduli masih sekolah atau udah kerja, tiap ada tanggal merah masih aja excited ya. He he he.Tanggal merah besok jadi semakin saya tunggu karena ibu, tante, dan adek akan datang, InsyaAllah. Semoga perjalanannya lancar. Lama menjadi anak rantau, namanya kangen keluarga sudah jadi hal yang rutin dihadapi. Waktu kuliah dulu, paling berat rasanya kalau abis pulang kampung terus kembali ke Bogorp. Begitu nyampe di Bogor pasti langsung homesick. Saat nelfon ibu pun pasti masih terasa pengen nangis. Ya, lama-lama membaik sih. Begitu sudah mulai sibuk lagi kuliah dan mengerjakan hal-hal lain.
Saya sering dengar stereotip yang bilang anak tunggal itu manja. Well, that's totally wrong for me. Sebagai anak tunggal, saya justru merasa sangat mandiri karena apa-apa memang harus bisa melakukan sendiri. Hmm, sebentar. Mungkin ada benarnya juga sih ya, saya juga baru merasa benar-benar mandiri saat sudah kuliah dan jauh dari orang tua sih, he he. Kalau ada yang bilang jadi anak tunggal itu enak, dimanja, mungkin mereka kebanyakan liat sinetron. Nyatanya, mau anak tunggal atau lima bersaudara, oarang tua pasti tetep lah ngasih tugas ke anak-anaknya. Justru kalau anak tunggal semua tugas jadi kerjakan sendiri. Kalau dimarahin juga dimarahin sendiri.

Entah karena faktor jadi anak satu-satunya atau karena faktor kondisi orang tua, sejak kecil saya sudah terbiasa mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggung jawab untuk urusan sendiri. Minta saran dan izin ibu, itu pasti. Tapi, saya berusaha memecahkan masalah sendiri. Yaa meskipun kadang pemecahannya dengan jalan minta tolong orang lain, he he he. Namanya juga bocah. Kemandirian itu menjadi semakin terasa penting ketika mulai hidup jauh dari rumah. Waktu saya kuliah ke Bogor, banyak orang yang bilang pada ibu, aduh kok tega, anak perempuan satu-satunya, disekolahin jauh banget. Tapi, ibu saya juga termasuk orang yang tegas dan mengutamakan logika, tidak diberati dengan perasaan. Beliau santai saja orang-orang bilang gitu. Belakangan saya baru tau kalau ternyata sebenarnya beliau sempat merasa berat juga membiarkan saya kuliah di IPB, apalagi di jurusan yang tidak pernah kami kenal sebelumnya.

It turned out that I am doing well. Meskipun di Bogor ada Pakde, saya jarang sekali merepotkan beliau. Kecuali ketika sakit demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit. Maka, saya agak takjub ketika melihat orang tua yang ikut repot mengurusin tugas kuliah anaknya. Entah itu tugas akademik atau tugas kemahasiswaaan (baca: ospek). Saya takjub karena tidak terbayang kalau harus merepotkan orang tua untuk hal-hal semacam itu. Ibu saya sudah cukup direpotkan untuk membiayai saya kuliah. Itu salah satu yang membuat saya berusaha nyari beasiswa untuk penelitian. Karena penelitian sendiri relatif mahal. Duh, ga tega kalau harus minta uang banyak untuk penelitian.

Sudah terbiasa mandiri dan bertanggung jawab untuk urusan sendiri bikin saya gemes kalau liat orang, terutama yang sudah dewasa, bersikap manja dan ga bertanggung jawab. Apalagi sampai nyusahin orang lain. Yaa, makanya saya dikenal galak oleh teman-teman. karena emang ga sabaran ngadepin orang yang manja dan lelet. Maafkan yaa.

No comments:

Post a Comment