Monday, January 16, 2017

Mata Duitan

Saya tidak akan pernah melupakan apa yang ibu saya bilang mengenai harta, "Mau semahal apapaun barang, kalau kamu mampu memperolehnya, maka itu tidak mahal. Begitu juga dengan semurah apapun harganya, kalau kamu tidak mampu membelinya, maka barang itu sangat mahal." Tentu saja dia benar. Dan ini menjadi patokan juga untuk berhemat. Hanya karena mampu membeli sesuatu, tidak berarti barang tersebut harus dibeli. Apakah saya pernah merasa miskin?

Bukannya saya tidak bersyukur, tapi saya pernah merasa sangat terbatas secara finansial ketika kuliah.  Sama sekali tidak merasa miskin, tentu saja tidak. Alhamdulillah ibu saya mampu memberi saya uang yang cukup (tidak kurang dan tidak lebih) untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dana tersebut diberikan secara bulanan. Tidak ada ceritanya saya minta tambahan dana sebelum waktunya. Ibu saya pasti akan dengan tegas menolak. Dengan caranya tersebut, beliau mengajarkan saya untuk mengelola uang. Sebenarnya ini bukan hal baru karena sejak SMA pun uang saku saya diberikan secara mingguan. Dengan sistem tersebut, saya harus belajar mengatur keuangan supaya tidak senang di awal bulan dan menderita di akhir bulan. 

Uang bulanan tersebut biasanya saya bagi menjadi jatah per hari, jika ada sisa dalam satu hari maka akan menjadi tabungan. Jika saya ingin tabungan di akhir bulan lebih besar, maka uang yang saya bagikan untuk jatah per hari menjadi lebih kecil. Ketika kuliah, pengaturan sederhana semacam itu sudah cukup karena saya belum perlu memikirkan tagihan bulanan serta kebutuhan logistik. Dengan pengaturan semacam itu pun hidup saya sudah cukup senang. Bisa makan dan jajan enak dan sesekali hang out dengan teman-teman. Nah, suatu waktu entah ada keperluan apa. Saya pernha merasa sangat kekurangan uang untuk jajan (bukan makan, tapi jajan). Jatah harian saya yang biasanya cukup untuk makan dan jajan, tinggal bersisa untuk jajan. Jadilah pada waktu itu saya rajin mengikuti uji sensori yang banyak dilakukan oleh para senior maupun teman seangkatan. Karena kami jurusan pangan, uji sensori untuk produk baru maupun pengembangan produk sering dilakukan, dan biasanya peserta uji ini (yang disebut dengan panelis) akan memperoleh reward. Rewardnya macam-macam, biasanya jajanan mulai dari roti, minuman kotak, hingga eskrim. Lumayan. Ha ha ha ha ha. Honestly, I'm kinda embarrassed to admit this. 

Akhir bulan itu rasanya sangat ingin menertawakan diri sendiri, how could I got myself into this situation? Tentu saja saya tidak menceritakan hal ini pada ibu saya. Toh, sebenarnya saya tidak kekurangan untuk mecukupi kebutuhan pokok. Saya tidak membuat beliau khawatir dan berpikir bahwa apa yang beliau berikan belum cukup. Nah, entah terdorong oleh kejadian tersebut atau saya hanya ingin uang lebih, akhirnya saya memutuskan untuk mengajar bimbingan beberapa mata kuliah pada junior. Nilai saya ga buruk-buruk amat lah untuk mata kuliah yang saya ajar, jadi bisa dibilang cukup qualified, he he he. Selain mengajar secara independen, saya juga menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar yang bertebaran di sekitar kampus. Hasilnya lumayaan, bisa mencukupi kebutuhan tersier. Ba ha ha. Kalau biasanya saya mengandalkan tabungan dari jatah bulanan untuk beli sepatu, dengan hasil mengajar ini bisa laah untuk beli-beli buku dan baju. Dan rasanya ada kepuasan tersendiri dapat memperoleh barang-barang yang saya inginkan dengan hasil jerih payah sendiri tanpa harus mengandalkan suntikan dana dari orang tua. 

Memperoleh sesuatu dengan jerih payah sendiri juga membuat saya menghargai apa yang telah saya dapatkan. Karena usahanya berat cuuuy, ha ha. Pernah saya habiskan beberapa hari libur untuk mengajar supaya dapat honor lebih gede (mata duitan banget yak). Ketika sudah puas bisa membeli barang-barang yang kita inginkan, apa lagi? Tentu saja untuk membantu orang lain. Yep, jangan lupa zakat. Kalaupun belum memenuhi nisab untuk zakat, masih bisa disedekahkan. Saya jadi ingat pernah ada penceramah yang bilang, muslim itu harus kaya, supaya bisa membantu saudaranya. Saya setuju dengan itu. Kaya bukan berarti hidup bermewah-mewahan. Tapi, bukankah semakin banyak harta yang dimiliki, semakin banyak pula yang bisa dibagi? Yuk ah cari uang lagi.

No comments:

Post a Comment