Tuesday, August 16, 2016

Life is NOT a Race

Life is not a race. Hal sederhana ini seringkali terlupakan. Kita terlalu asik melihat hidup orang lain, dan tanpa sadar menjadikannya pembanding untuk hidup kita sendiri. Apalagi saat ini, mengintip hidup orang lain hanya sejauh jangkauan jari. Beberapa waktu lalu saya membaca artikel mengenai efek sosial media pada emosi yang dirasakakan oleh manusia, terutama tingkat kebahagiannya. Sebenarnya penelitian-penelitian semacam ini bukanlah hal baru. Sejak maraknya sosial media, penelitian yang berkaitan dengan hal ini pun turut mengikuti.
Hal menarik yang saya ingat dari artikel yang saya baca adalah, orang yang kecanduang sosial media menjadikan apa yang dia lihat dalam sosial media sebagai standar hidupnya. Celakanya, seringkali yang diperlihatkan penduduk dunia maya adalah hal-hal yang bagus dan menarik saja. Sehingga jika kita melihat sepintas satu akun, kesannya adalah: orang ini selalu bahagian dan hidupnya dipenuhi hal-hal hebat. Nah, kalau kita menjadikan ini sebagai standar, tentu akan sangat membebani karena: hidup kita tidak sempurna! Tentu saja sangat banyak hal baik terjadi dalam hidup kita, tapi tidak jarang kita ada di titik yang lebih rendah dalam hidup. Nah, titik - titik hitam ini yang tidak terlihat di sosial media. Selain 'menyiksa diri sendiri', seorang pecandu sosial media juga entah sadar atau tidak terlarut dalam lingkaran setan. Mereka melihat akun orang lain yang penuh cahaya menyilaukan, maka dia menjadikan itu sebagai standar dan ikut mengunggah konten-konten kehidupannya, hanya sisi yang bersinar terang. Menambah deratan standar hidup cemerlang yang sudah ada di dunia maya. Dan membuat orang-orang lain semakin merasa hidupnya di bawah standar.

Itu hanya tentang sosial media. Di luar itu pun, orang kadang-kadang lupa kalau hidup itu urusan masing-masing. Coba ingat-ingat, pernahkah mendengar ucapan seperti ini,
"Eh si A sudah lulus kuliah ya? Kerja di mana? Si B juga baru lulus, sekarang kerja di blablabla."
"Sudah nikah berapa lama? Belum punya anak ya? Saudara saya langsung diberi lho."
"Anaknya ikut program hafal Al-Quran juga? Sudah dapat berapa juz? Si C hebat lho, baru satu minggu sudah hafal 3 juz."
Dan sebagainya dan sebagainya. Sadar ga sih, pertanyaan - pertanyaan semacam itu membuat kita secara tidak sadar membandingkah hidup kita dengan orang lain. Jika kita merasa kondisi kita kurang, kita merasa 'kalah' daripada orang lain, sangat mungkin akan membuat kita tidak bahagian. Padahal sebelum mendengar pertanyaan-pertanyaan itu hidup kita baik-baik saja. Kita senang-senang saja. Kalaupun kita merasa 'menang', ada bahaya lain yang mengintai: merasa sombong. Merasa puas karena ternyata hidup kita 'lebih baik' daripada orang lain.

Life is not a race. Kalaupun ingin berlomba, berlombalah untuk memperbaiki diri. Berpaculah dengan diri sendiri. Tidak masalah sesekali melihat orang yang lebih baik untuk memotivasi diri, asal tidak mengurangi rasa bersyukur yang dimiliki. Allah sudah merancang hidup kita masing-masing, jadi tidak perlu khawatir dan tidak perlu membandingkan dengan hidup orang lain. Tapi, yang perlu terus diperbandingkan adalah: apakah diri kita hari ini sudah lebih baik dari diri kita kemarin?


No comments:

Post a Comment