Friday, August 26, 2016

Rokok o Rokok

Selamat pagii. Semoga dalam keadaan sehat ya. Saya sendiri terus menerus merasa sakit kepala selama 4 harian ini. Dipakai tidur pun saat bangun masih sakit. Dan sepertinya digunakan untuk menatap monitor lebih sakit lagi. Apakah sudah waktunyaganti kaca mata? Hmm. Belum 2 tahun sih. Biasanya saya periksa mata setiap dua tahun sekali. Ada yang punya resep untuk sakit kepala ga?
Oke, cukup dulu bahas tentang sakit kepala. Sekarang yang lagi rame dibahas adalah berita tentang rokok yang katanya mau naik harga jadi 50 ribu. Saya yang bukan perokok dansebal dengan asap rokok, tentu senang kalau wacana ini benar-benar terlaksana. Malah, kenapa ga dinaikin jadi 300 ribu aja sekalian. Sedih juga melihat bapak-bapak tukang becak, pedagang asongan, penjual makanan pinggir jalan, pada ngerokok. Sayang uangnya. Apalagi kalau dengar cerita ada yang lebih mengutamakan untuk beli rokok daripada uang sekolah anaknya. Seolah-olah rokok jadi kebutuhan utama.

Yang paling sering dijadikan alasan untuk tidak menutup pabrik rokok adalah besarnya penerimaan pajak dari pabrik-pabrk tersebut. Padahal, dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk biaya kesehatan akibat rokok lebih besar. Karena yang sakit tuh bukan hanya perokok aja, tapi semua orang yang terpapar asap rokok. Apa perlu ada kebijakan untuk menghapus tunjangan kesehatan bagi perokok untuk penyakit - penyakit yang disebabkan oleh rokok? Yah, kasarannya dia sendiri yang nyari penyakit pas giliran sakit kok minta orang lain yang nanggung biayanya. Alasan lain untuk tidak total membasmi rokok adalah khawatir akan nasib para petani tembakau. Hmm, sejujurnya saya belum melakukan riset tentang ini. Tapi secara sederhana saya hanya terpikir: apa mereka menanam komoditas lain selain tembakau. Banyak komoditas agraria Indonesia lain yang sangat berpotensi namun masih kurang budidayanya. Misalnya saja, vanili. Kalau ga, ya udahlah tetap nanam tembakau, tapi wajib diekspor. Ga boleh dijual dalam negeri. Biarin lah rokok impor, pajak masuknya dinaikin aja biar mahal. Dan karena untuk ekspor, jadi mutu tembakau yang dihasilkan juga harus baik. Yah tapi saya mah apa atuh. Ga paham masalah ekonomi.Saya cuma tau pengen bebas dari asap rokok aja.

Dalam perdebatan-perdebatan dengan para perokok, mereka sering kali bilang, "Saya kan beli rokok pakai uang saya, jadi yang terserah saya dong." Which is bener banget. Emang itu uang uang mereka, orang lain ga berhak mengatur uang itu untuk beli apa. Tapiiii, saya juga pengen bilang, "Iya, asal asapnya ditelen ya. Jangan dikeluarin. Saya juga berhak dong menikmati udara bebas asap rokok." Gemees banget di negeri tercinta ini perokok masih bebas menyemburkan asap rokoknya kemana-mana. Semakin mengotori udara yang emang udah tercemar. Belom lagi kalau ada yang keras kepala saat dikasih tau, di sini kan ga ada tulisan dilarang merokok. Jadi bebas dong. Heuuu. Mental deh.Yah karena di negeri kita emang  seperti itu. Bukannya nyari tempat khususu yang ada tulisan "area merokok", tapi di manapun selama ga ada tulisan dilarang merokok yang berarti boleh aja merokok.


Yuk ah yang punya anggota keluarga perokok, kalau mereka emang ga mau berhenti, paling ga kasih tau supaya tidak merokok di tempat umum. Pemerintah juga perlu menegaskan sanksi mengenai aturan merokok ini. Merokok emang hak mereka, tapi kalau sampai mencemari udara yang dihirup oleh orang lain dengan asap rokok, mereka telah merampas hak orang lain untuk menikmati udara bebas asap.

No comments:

Post a Comment