Thursday, September 1, 2016

Maruko Chan

Siapa yang suka nonton film kartun Jepang? Yang seumuran dengan saya atau lebih tua pasti ngacung. Karena dulu kartun-kartun ini adalah tontonan wajib di hari Minggu. Yep, hari Minggu pagi sampai jam 12 siang saya menguasai televisi. Stasiun televisi pada masa itu pun rasanya berlomba-lomba menyajikan tayangan animasi untuk anak-anak. Indosiar, RCTI, SCTV, semua punya kartun yang wajib ditonton. Salah satu anime favorit saya adalah Chibi Maruko Chan. Seingat saya, dulu tayang di RCTI jam 7 pagi. Wah, demi bisa nonton kartun ini, saya relakan hari Minggu untuk bangun pagi. Jam 7 pagi sudah selesai mandi, siap nonton Maruko dengan menikmati sarapan atau cemilan.

Jalan cerita Maruko cukup sederhana, menceritakan kehidupan sehari-hari seorang gadis kecil kelas 3 SD. Meskipun premisnya sederhana, adaaa saja kejadian menarik yang dialami oleh si Maruko ini, entah di rumah maupun di sekolah. Yang membuat menarik bukan hanya dari kejadian yang dialaminya saja, tapi juga cara MAruko bereaksi terhadap kejadian tersebut. Nah, sudah lama Maruko hilang dari tayangan TV lokal. Tidak seperti Doraemon yang nampaknya abadi ada di TV, Maruko ini hilang setelah beberapa lama tayang di TV. Saya sangat senang ketika stasiun TV kabel Waku-Waku Japan menayangkan Maruko. Sebelumnya sudah senang saat ada Conan dan One Piece, saat tahu ada Maruko rasanya kebahagiaan sudah lengkap. Ha ha ha.

Setiap hari jadi rajin nontonin Waku-Waku Japan. (Sebenarnya stasiun TV ini menjadi sarana promosi pariwisata Jepang). Ketika nonton Maruko, ada satu cerita yang menarik. Dikisahkan bahwa Maruko yang sangat menyukai tayangan komedi di TV, ingin membaca artikel mengenai grup lawak favoritnya di majalah. Tetapi, dia tidak punya cukup uang untuk membeli majalah tersebut. Dia pikir ada jalan untuk membaca artikel tersebut tanpa membeli majalah, yaitu dengan cara mencuri baca majalah di toko buku. Dia mendapatkan ide ini ketika melihat dua orang temannya. Butaro dan Hamaji, melakukannya. Tetapi, mereka berdua terpergok oleh paman penjaga toko yang menurut Maruko sangat menakutkan. Maruko pun ragu-ragu untuk melakukan hal itu karena dia sangat takut ketahuan oleh penjaga toko. Hmm, apakah anak kecil sekarang juga merasa seperti Maruko? Kalau orang dewasa sepertinya sudah tidak peduli karena banyak sekali remaja-remaja dan orang dewasa yang cuek saja membaca di toko buku. Saya pun, ehm. Kadang melakukannya. Tidak untuk membaca full satu buku, tapi lebih untuk melihat apakah buku tersebut pantas untuk dibeli atau tidak.

Kembali ke cerita Maruko. Akhirnya setelah mengumpulkan keberanian, Maruko mencuri baca artikel di majalah. Daan, ketahuan oleh si paman penjaga toko! Maruko pun panik dan segera meletakkan kembali majalah tersebut ke rak. Karena terburu-buru, tidak sengaja ia menyobek sebagian kecil halaman majalah itu. Maruko pun panik dan sangat merasa bersalah. Ia terus memikirkan hal itu dan bertanya-tanya apa yang harus dilakukan. Bahkan ia tidak segera pulang karena masih merasa khawatir dan bersalah. Akhirnya ia bertemu dengan kakeknya dan ditemani oleh kakek, Maruko pun meminta maaf kepada paman penjaga toko dan menjelaskan mengenai halaman majalah yang tidak sengaja tersobek olehnya. Paman panjaga toko menghargai kejujuran dan keberanian Maruko untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan, tetapi sayangnya majalah tersebut telah laku. Maruko pun masih belum merasa lega.

Ternyata, yang membeli majalah tersebut adalah teman sekelas Maruko yang membeli majalah tersebut. Ia juga penggemar grup lawak sama seperti Maruko. Maruko pun meminta maaf kepada temannya dan menyerahkan sobekan kecil halaman majalah. Temannya tidak mempermasalahkan hal itu. Maruko pun akhirnya merasa lega. Sepanjang melihat cerita ini saya berpikir, benarkah anak-anak kecil di Jepang akan merasa sangat bersalah karena hal 'kecil' seperti itu? Benarkah itu akan sangat membebani pikiran mereka? Waw. Sejujurnya saya sangat takjub dengan hal ini. Cerita sederhana ini menunjukkan banyak hal. Betapa mereka menaati aturan, betapa mereka sangat menghargai sebuah barang, betapa mereka memiliki rasa tanggung jawab yang besar, dan betapa mereka menghargai kejujuran. Semua nilai-nilai itu masih belum menjadi pemandangan umum di sini. Apalagi untuk ditampilkan di TV. Kecuali dalam bentuk drama berlebihan yang justru menghilangkan nilai - nilai positif yang dibawanya. Cerita Maruko sore itu benar-benar sederhana namun mengena.

Begitulah cerita mengenai kartun favorit saya. Tidak sabar untuk nonton cerita-cerita yang lain.

No comments:

Post a Comment