Friday, February 26, 2016

Bad Things Around Us

Good morning! Oh, How much I wish today is not weekday. Even though it is Friday, the rhythm  of the rain in the morning is enough to take all my willing to work. It just feels so good to curl up in the blanket when it's raining outside. D lebih kasian. Kemarin dia pulang malam dan pagi ini ada rapat. Biasanya kalau dia pulang malam, saya membiarkan dia tidur sediikit lebih lama. Tapi karena pagi ini ada rapat, yaa harus saya bangunkan. Saya tidak tahu apakah hujan tadi pagi masih lanjutan dari hujan semalam. Jika memang iya, waw, awet sekali hujannya. Semalam hujan mulai jam 9 lewat, hingga saya tertidur pun masih hujan. Alhamdulillah, rumah aman dari banjir.
Tadi pagi saya sempat mendengar berita kalau beberapa wilayah di Jakarta tergenang air. Be safe, people. Sejak yang bisa saya ingat, Jakarta udah langganan banjir tiap tahun. Tiap musim hujan datang. Dulu sebelum tinggal di Bogor kadang heran, kok bisa ya. Setelah tinggal di Bogor dan sering ke Jakarta. ga heran lagi. Sungai-sungainya dangkal, kadang airnya ga mengalir, drainase ga berfungsi, ga ada lahan serapan, pemukiman berhimpit-himpit tanpa sistem pembuangan limbah yang memadai, dan banyak lagi alasan lain. Saya setuju dengan pemkot Jakarta untuk melakukan program - program normalisasi sungai dan penertiban lahan. Meskipun bukan warga Jakarta, kota itu merupakan ibu kota negara kita. Bagi orang-orang di luar sana, mungkin akan mengasosiasikan Jakarta sebagai Indonesia. Ogah lah kalau Indonesia dikenal sebagi negara yang langganan banjir dan tidak punya tata kelola ruang yang baik. Meskipun, sedihnya kenyataannya memang begitu. Di Jakarta, banyak sekali mall yang bertetangga. Iya bertetangga. Jalan kaki aja udah nyampe ke mall sebelah. 

Kasus yang sedang ramai saat ini sih penertiban wilayah Kalijodo. Saya tidak mengikuti dengan tekun mengenai kasus ini untuk bisa memberikan pendapat yang objektif. Katanya wilayah ini seharusnya lahan untuk ruang terbuka hijau. Tapi kondisinya saat ini dijadikan pemukiman padat penduduk dan bahkan jadi tempat prostitusi. Jika memang benar ada prostitusi, entah lahan itu berada di lahan untuk RTH atau tidak, memang harus ditertibkan. Seperti biasa, setiap ada program penertiban semacam ini. Pasti ada penolakan dari warga, pasti ada provokator. Argumen yang seringkali disampaikan adalah, mereka sudah tinggal di sana selama bertahun -tahun, sampai beberapa generasi. Inilah akibatnya kalau pemerintahan tidak tegas. Kalau seandainya pemerintah dari dulu tegas dan konsisten melaksanakan aturan, tentu tidak akan ada warga yang menempati lahan-lahan milik negara. Yang kena sialnya adalah pemerintahan sekarang, yang punya niat baik untuk menata kota menjadi lebih baik. Ah, mari kita mendoakan supaya pemimpin-pemimpin kita terbuka hati dan pikirannya agar menjalankan kewajiban mereka dengan baik. Jangan lupa, kita sebagai warga yang dipimpin pun harus menjalankan kewajiban dengan baik.

Persoalan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kasarnya, elo yang hidup di situ, ya elo yang harus jaga. Apa yang salah ya dengan budaya kita? Dulu waktu masih SD, sering sekali pada waktu pelajaran PPKn ada pernyataan mengenai 'kita harus membuang sampah pada tempatnya', 'buang sampah sembarangan bisa menyebabkan banjir', apa sekarang masih ada pelajaran-pelajaran semacam itu? Kenapa pas udah gede semua pada lupa? Saya bisa dengan bangga menyatakan diri termasuk orang yang tertib dalam urusan sampah. Buang sampah di tempat sampah. Kalau ga nemu tempat sampah, ya dibawa dulu sampai ketemu tempat sampah. Apakah hal sesederhana ini menyusahkan? Sedih dan geram sekali ketika melihat orang buang sampah sembarangan. Di jalan pun saya masih sering melihat pengendara mobil yang buang sampah dengan cara dilempar aja dari jendela. Pengen banget neriakin, "Percuma woi nyetir mobil kalau mentalnya masih sampah." Tentu saja saya ga pernah bener-bener neriakin orang. He he he. Sedih juga ketika melihat ibu - ibu yang sedang bersama anaknya, membuang sampah sembarangan. Secara nyata memberikan contoh yang buruk bagi anaknya. Semoga ketika saya menjadi ibu nanti, saya bisa menjadiibu yang lebih baik dari itu.

Cukup tentang sampah. Saya bersyukur ada di lingkungan yang baik. Di kantor, disediakan banyak tempat sampah, kantornya bebas rokok, dan petugas kebersihannya pun dapat diandalkan. Tapi kalau sedang ada acara orang luar (ruang auditorium di kantor kami sering disewakan untuk acara), kebersihannya jadi tidak terjamin lagi hu hu hu. Adaa aja yang buang puntung rokok sembarangan, ninggalin sampah di toilet, meletakkan cangkir dan piring sembarangan. Huft. Padahal kebanyakan yang ngadain acara di sini juga notabene orang-orang yang berpendidikan. Hal-hal semacam itu memang ga bisa dijamin dengan tingkat pendidikan seseorang. Mungkin lebih karena kebiasaan yang mereka miliki. Itulah pentingnya mengajarkan kedisiplinan sejak kecil, kalau udah jadi kebiasaan, sangat susah itu diubah. Tapi, seharusnya dengan pendidikan yang mereka miliki, mereka bisa mengubah diri mereka sendiri menjadi lebih baik. Karena bukankah pendidikan itu berfungsi untuk membentuk pola pikir? Pendidikan bukan hanya tentang subjek keilmuan yang dipelajari, itu sih sekarang sudah bisa diakses secara gratis lewat internet. Pendidikan berperan untuk membentuk pola pikir kita. Itulah kenapa ada perbedaan antara orang yang berpendidikan dengan yang tidak. Kalau pendidikannya benar ya. Kalau ga mah, sama wae.

Apa kebiasaan buruk yang sering kalian lihat di sekitar?

No comments:

Post a Comment